· PAJAK
Pengertian Pajak
Pengertian Pajak secara umum dapat diartikan
sebagai iuran atau pungutan yang dilakukan oleh pemerintah dari masyarakat
berdasarkan Undang-Undang dan hasilnya digunakan demi pembiayaan pengeluaran
umum pemerintah dengan tanpa balas jasa yang ditunjuk secara langsung.
Disamping itu, ada beberapa Pengertian Pajak
menurut Undang-Undang dan berbagai para ahli dalam bidang perpajakan,
yaitu sebagai berikut :
1.
Pengertian Pajak
menurut Pasal 1, Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata
cara perpajakan.
Pajak
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh orang atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dimana dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya dalam kemakmuran rakyat.
2.
Pengertian Pajak
menurut Prof. Dr. Adriani.
Pajak
merupakan iuran masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan dan terhutang
oleh yang wajib membayarnya menurut Peraturan Undang-Undang dengan tidak mendapat
imbalan kembali yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum pemerintah.
3.
Pengertian Pajak
menurut Prof. Dr. Rachmat Soemitro, SH.
Pajak
merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang dengan tidak
mendapatkan jasa timbal secara langsung yang dapat ditunjukkan dan digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.
4.
Pengertian Pajak
menurut Smeets.
Pajak
merupakan prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum
dan dapat dipaksakan tanpa adanya kontraprestasi yang ditunjukan dalam hak
individual untuk membiayai pengeluaran rutin pemerintah.
5.
Pengertian Pajak
menurut Suparman Sumawidjaya.
Pajak
merupakan iuran wajib masyarakat berupa barang yang dipungut oleh penguasa
berdasarkan norma hukum yang berguna menutupi biaya produksi barang dan jasa
kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
6.
Pengertian Pajak
menurut Sommerfeld Ray M, Anderson Herschel M, Brock Horace R.
Pajak
merupakan suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, yang
bukan akibat pelanggaran hukum tetapi wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan
yang sudah ditentukan dan tanpa mendapat imbalan secara langsung dan
proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan dan menjalankan tugas
pemerintahan.
·
Macam-Macam Pajak
Seperti yang telah kita ketahui, mulai bulan Januari 2013,
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah berubah. Sekarang untuk Wajib Pajak
yang berstatus tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan jumlah PTKP-nya
sebesar Rp 24.300.000,00 atau setara dengan Rp 2.025.000,00 per bulan. Dengan
adanya perubahan itu, tatacara penghitungan PPh Pasal 21 juga mengalami
perubahan. Perubahan itu diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26
Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Laba
yang diperoleh oleh organisasi yang menyelenggarakan pendidikan formal, yang
diinvestasikan kembali dalam bentuk pembangunan gedung dan prasarana
pendidikan, tidak dikenakan PPh. Akan tetapi, apabila laba tersebut setelah
lewat dari 4 (empat) tahun, tidak digunakan untuk membangun gedung dan
prasarana pendidikan maka akan dikenakan pajak penghasilan pada tahun pajak
berikutnya setelah lewat jangka waktu 4 (empat) tahun tersebut (Peraturan
Menteri Keuangan (PMK)-87/PJ./1995, Pasal 4 ayat (3) huruf m UU PPh, serta
ditegaskan juga dalam Pasal 38 ayat (4) UU BHP).
PPh 21
PPh
21 Adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam
negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan
Subjek
Pajak:
·
Pejabat
Negara
·
Pegawai
Negeri Sipil (PNS
·
Pegawai
·
Pegawai
tetap
·
Pegawai
lepas
·
Penerimaan
pension
Orang
pribadi lainnya
Objek
Pajak:
·
Penghasilan
yang diterima atau diperoleh secara teratur oleh wajib pajak berupa gaji.
·
Uang
tebusan pensiun, uang pesangon, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua
(JHT), dan pembayaran lain yang sejenis
PPh 22
Pajak Penghasilan Pasal 22 atau disingkat PPh Pasal 22
adalah salah satu bentuk pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan yang
dilakukan oleh fihak lain terhadap Wajib Pajak. Pengenaan PPh Pasal 22
dikenakan terhadap kegiatan perdagangan barang. Titik pengenaannya ada yang
dilakukan pada saat penjualan ada pula pada saat pembelian. Pada umumnya
pengenaan PPh Pasal 22 ini dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap
“menguntungkan” sehingga penjual atau pembelinya kemungkinan besar akan
mengalami keuntungan dan dengan demikian, pantaslah atas Wajib Pajak tersebut
dikenakan cicilan pembayaran Pajak Penghasilan.
Ketentuan PPh Pasal 22 relatif lebih sulit dibandingkan
dengan ketentuan tentang pemotongan PPh yang lain seperti PPh Pasal 23 ataupun
PPh Pasal 21. Hal ini disebabkan karena sangat bervariasinya objek, pemungut
dan bahkan tarifnya. Di bawah ini saya coba ringkaskan objek, tarif dan
Pemungut PPh Pasal 22 tersebut.
Pemungut
dan Objek PPh Pasal 22
- Bank Devisa dan Direktorat
Jenderal Bea dan cukai, atas impor barang
- Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di
tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang.
- Badan Usaha Milik Negara dan
Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang
bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD),
kecuali badan-badan tersebut pada angka 4.
- Bank Indonesia (BI), PT
Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT
Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT
Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau steel, PT Pertamnina, dan
bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya
bersumber dari APBN maupun non-APBN.
- Badan Usaha yang bergerak dalam
bidang usaha industri semen, industri rokok, industri kertas, Industri
baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan
Pajak, atas penjualan hasil produksinya didalam negeri.
- Produsen atau importir bahan
bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan
pelumas.
- Industri dan eksportir yang
bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan
yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan
untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
Tarif PPh Pasal 22
- Atas impor yang
menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua setengah persen)
dari nilai impor; yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% (tujuh
setengah persen) dari nilai impor; dan barang yang tidak dikuasai, sebesar
7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang;
- Atas pembelian barang atau
pembayaran yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan,
Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat Daerah
sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.
- Atas pembelian barang yang
dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah
dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja
daerah (APBD) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.
- Atas pembelian barang yang
dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset
(PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia
(Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT
Indosat, PT Krakatau steel, PT Pertamnina, dan bank-bank BUMN yang dananya
bersumber dari APBN maupun non-APBN sebesar 1,5% (satu setengah persen)
dari harga pembelian.
- Atas penjualan semen oleh Badan
Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen sebesar 0,25% dari
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN
- Atas penjualan semen oleh Badan
Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri rokok sebesar 0,15% dari
Harga Bandrol dan bersifat final.
- Atas penjualan semen oleh Badan
Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri kertas sebesar 0,1% dari
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN
- Atas penjualan semen oleh Badan
Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja sebesar 0,3% dari
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN
- Atas penjualan semen oleh Badan
Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri otomotif sebesar 0,45%
dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN
- Besarnya Pungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh Pertamina serta
badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis
premix, super TT dan gas adalah sebagai berikut:
SPBU Swastanisasi
SPBU Pertamina
————————– —————————-
Premium 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan
Solar 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan
Premix/Super TT 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan
Minyak Tanah 0,3 % dari penjualan
Gas LPG 0,3 % dari penjualan
Pelumas 0,3 % dari penjualan
- Pasal 22 yang atas pembelian
bahan-bahan oleh Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor
perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor mereka adalah sebesar 0,5% (nol koma lima persen)
dari
harga pembelian tidak termasuk PPN
Dasar
Hukum :
- Pasal 22 Undang-undang Pajak
Penghasilan
- Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 254/KMK.03/2001
- Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 392/KMK.03/2001
- Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 236/KMK.03/2003
- Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 154/PMK.03/2007
- Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 08/PMK.03/2008
- Keputusan Dirjen Pajak Nomor
KEP-417/PJ./2001
- Keputusan Dirjen Pajak Nomor
KEP-401/PJ./2001
- Keputusan Dirjen Pajak Nomor
KEP-529/PJ./2001
- Keputusan Dirjen Pajak Nomor
KEP-69/PJ./1995
- Keputusan Dirjen Pajak Nomor
KEP-01/PJ./1996
- Keputusan Dirjen Pajak Nomor
KEP-25/PJ./2003
PPh23
Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang
dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri
dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau
penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21,
yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya.
Subjek Pajak atau penerima penghasilan yang dipotong Pajak
Penghasilan Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap.
PPh 24
Pengertian
Pajak Penghasilan Pasal 24 adalah Pemotongan Pajak Penghasilan atas seluruh
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri yang berasal
dari Luar Negeri
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut :
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut :
- Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan
- Untuk penghasilan berupa dividen, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut (650/KMK.04/1994 Jo SE - 22/PJ.4/1995 Jo SE - 35/PJ.4/1995)
- Untuk penghasilan lainnya, dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut
- Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak di Indonesia.
PPh
25
Pajak Penghasilan (disingkat PPh) dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam satu
periode tertentu yang dinamakan tahun pajak. Berdasarkan hal ini, maka
perhitungan dan penghitungan PPh dilakukan setahun sekali yang dituangkan dalam
SPT Tahunan. Nah, karena penghitungan PPh dilakukan setahun sekali, maka
penghitungan ini harus dilakukan setelah satu tahun tersebut berakhir agar
semua data penghasilan dalam satu tahun sudah diketahui. Untuk perusahaan,
tentu saja data penghasilan ini harus menunggu laporan keuangan selesai dibuat.
Dengan cara seperti itu tentu saja jumlah PPh terutang yang wajib dibayar
baru dapat diketahui ketika suatu tahun pajak telah berakhir. Agar pembayaran
pajak tidak dilakukan sekaligus yang tentunya akan memberatkan, maka dibuatlah
mekanisme pembayaran pajak di muka atau pembayaran cicilan setiap bulan.
Pembayaran angsuran atau cicilan ini dinamakan Pajak Penghasilan Pasal 25.
PPN
Atas jasa pendidikan yang diberikan tidak dikenakan PPN (Pasal 5 PP
No. 144 tahun 2000). Akan tetapi, untuk pembangunan gedung untuk proses belajar
mengajar, baik yang dibangun sendiri (Pasal 16C UU PPN), atau melalui
kontraktor tetap dikenakan PPN (PP No. 146 tahun 2000 sebagaimana telah
diubah dengan PP No. 38 tahun 2003).
- Atas impor dan penyerahan buku pelajaran,
dibebaskan dari pengenaan PPN (PP No. 146 tahun 2000 sebagaimana telah
diubah dengan PP No. 38 tahun 2003).
1. Dari sisi donatur
Sumbangan fasilitas penelitian dan pengembangan
yang dilakukan di Indonesia (Pasal 6 ayat (1) huruf j UU PPh), serta pendidikan
(Pasal 6 ayat (1) huruf l UU PPh) dapat dibebankan sebagai pengurang
penghasilan kena pajak bagi si pemberi sumbangan.Dari beberapa contoh peraturan
pajak di atas, tampak bahwa pemerintah telah memberikan fasilitas keringanan
pajak atas badan hukum pendidikan. Dalam kaitannya dengan pemajakan atas laba
dari badan hukum pendidikan, pengenaan pajak atas laba tersebut hanya akan
dikenakan pajak jika tidak dipergunakan untuk membangun sarana dan prasarana
pendidikan dalam kurun waktu 4 (empat) tahun. Akan tetapi, terkait dengan PPN,
berdasarkan ketentuan di atas, apabila badan hukum pendidikan melakukan
pembangunan gedung pendidikan, akan terkena PPN yang tidak dapat direstitusi.
Tentu PPN yang tidak dapat direstitusi ini akan menjadi biaya, yang
pembebanannya dapat saja digeser kepada para peserta didik.
· PPN, PPN BM dan pajak penghasilan
Pengertian PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
Pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai
(value added) yang timbul akibat dipakainya faktor-faktor produksi disetiap
jalur perusahaan dalam menyiapkan , menghasilkan, menyalurkan dan
memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada konsumen.
Objek
Pajak PPN
Pajak
Pertambahan Nilai dikenakan atas :
a.
|
penyerahan
Barang Kena Pajak di dalamDaerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. (UU No
11 Tahun 1994)
|
b.
|
impor
Barang Kena Pajak. (UU No 11Tahun 1994)
|
c.
|
penyerahan
Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabeanyang dilakukan oleh Pengusaha. (UU No
18 Tahun 2000)
|
d.
|
pemanfaatan
Barang Kena Pajak tidak berwujuddari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
(UU No 11 Tahun 1994)
|
e.
|
pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dariluar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau (UU No 11
Tahun 1994)
|
f.
|
ekspor
Barang Kena Pajak oleh PengusahaKena Pajak. (UU No 18 Tahun 2000)
|
Empat
prinsip objek terkena PPN atau tidak terkena PPN yaitu :
- Yang diserahkan adalah barang kena pajak /
jasa kena pajak
- Tindakan penyerahannya merupakan
penyerahan kena pajak
- Penyerahan di lakukan di daerah Pabean
- Penyerahan dilakukan oleh pengusaha kena
pajak ( penyerahannya dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau
perusahaan sehari-hari pengusaha yang bersangkutan )
Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)
PPnBM
merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai. Namun demikian, mekanisme pengenaan PPnBM ini sedikit
berbeda dengan PPN. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang PPN, Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan terhadap :
- penyerahan Barang Kena Pajak Yang
Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang
Kena Pajak Yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya;
- impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong
Mewah.
Dengan
demikian, PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah oleh pabrikan
(pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP Mewah. PPnBM tidak
dikenakan lagi pada rantai penjualan setelah itu. Adapun fihak yang memungut
PPnBM tentu saja pabrikan BKP Mewah pada saat melakukan penyerahan atau
penjualan BKP Mewah. Sementara itu, PPnBM atas impor BKP mewah dilunasi oleh
importir berbarengan dengan pembayaran PPN impor dan PPh Pasal 22 Impor.
·
Undang-undanng Pajak
PTKP: PMK 162/PMK.011/2012
penerapan PTKP ditentukan
oleh keadaan pada awal
tahun kalender atau awal bulan dari bagian tahun kalender.
No
|
Keterangan
|
Setahun
|
1.
|
Diri Wajib Pajak Orang Pribadi
|
Rp. 24.300.000,-
|
2.
|
Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
|
Rp. 2.025.000,-
|
3.
|
Tambahan untuk seorang istri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
|
Rp. 24.300.00,-
|
4.
|
Tambahan untuk setiap anggota keturunan
sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang diatnggung
sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk setiap keluarga
|
Rp.
2.0125.000,-
|
Tarif Sesuai Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif Pajak
|
Sampai dengan Rp. 50.000.000,-
|
5%
|
Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp.
250.000.000,-
|
15%
|
Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp.
500.000.000,-
|
25%
|
Diatas Rp. 500.000.000,-
|
30%
|
|
|
Tarif Deviden
|
10%
|
Tidak memiliki NPWP (Untuk PPh Pasal 21)
|
20% lebih tinggi dari yang seharusnya
|
Tidak mempunyai NPWP untuk yang dipungut
/potong(Untuk PPh Pasal 23)
|
100% lebih tinggi dari yang seharusnya
|
Pembayaran Fiskal untuk yang punya NPWP
|
Gratis
|
·
Soal
Shefanny
Nur Layla pegawai pada perusahaan PT. Berkah Sejahtera, menikah dengan dua
orang anak memperoleh gaji Rp. 4.000.000,- PT.Berkah Sejahtera mengikuti
program jamsostek
premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi
Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT. Berkah
Sejahtera menanggung iuran Jaminan Hari
Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari
gaji sedangkan Shefanny membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping
itu PT Berkah Sejahtera juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT. Berkah Sejahtera membayar iuran
pensiun untuk shefanny setiap bulan sebesar Rp. 140.000,00, sedangkan
Tukul Shefanny membayar iuran pensiun sebesar Rp.100.000,00.
Perhitungan
PPh pasal 21
Perhitungan
PPh pasal 21 terutang :
Gaji pokok sebulan 4.000.000
Premi jaminan Kecelakaan
Kerja 0,5%x(4.000.000)= 20.000
Premi Jaminan Kematian 0,3%x4.000.000= 12.000 +
Penghasilan Bruto 4.032.000
Pengurangan
:
Biaya Jabatan (5%x
4.032.000) 201.600
Iuran THT 2%x4.000.000 80.000
Iuran Pensiun 100.000
+
Total Pengurangan 381.600 -
Penghasilan Netto
perbulan 3.650.400
Penghasilan Netto pertahun
12x=3.650.400 43.804.800
PTKP
SETAHUN
WP sendiri (24.300.000)
-
PKP setahun 19.504.800
PPh pasal 21 setahun
5%x19.504.800= 975.240/Tahun
PPh pasal 21 sebulan 975.240/12
bulan = Rp 81.270/bulan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar