Senin, 13 Oktober 2014

Resume Perkuliahan M.Keu ke 5 (PAJAK)

·     PAJAK

    Pengertian Pajak
Pengertian Pajak secara umum dapat diartikan sebagai iuran atau pungutan yang dilakukan oleh pemerintah dari masyarakat berdasarkan Undang-Undang dan hasilnya digunakan demi pembiayaan pengeluaran umum pemerintah dengan tanpa balas jasa yang ditunjuk secara langsung.
Disamping itu, ada beberapa Pengertian Pajak menurut Undang-Undang dan berbagai  para ahli dalam bidang perpajakan, yaitu sebagai berikut  :
1.      Pengertian Pajak menurut Pasal 1, Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh orang atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dimana dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya dalam kemakmuran rakyat.
2.      Pengertian Pajak menurut Prof. Dr. Adriani.
Pajak merupakan iuran masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan dan terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut Peraturan Undang-Undang dengan tidak mendapat imbalan kembali yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah.
3.      Pengertian Pajak menurut Prof. Dr. Rachmat Soemitro, SH.
Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan jasa timbal secara langsung yang dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
4.      Pengertian Pajak menurut Smeets.           
Pajak merupakan prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum dan dapat dipaksakan tanpa adanya kontraprestasi yang ditunjukan dalam hak individual untuk membiayai pengeluaran rutin pemerintah.
5.      Pengertian Pajak menurut Suparman Sumawidjaya.
Pajak merupakan iuran wajib masyarakat berupa barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma hukum yang berguna menutupi biaya produksi barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
6.      Pengertian Pajak menurut Sommerfeld Ray M, Anderson Herschel M, Brock Horace R.
Pajak merupakan suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, yang bukan akibat pelanggaran hukum tetapi wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang sudah ditentukan dan tanpa mendapat imbalan secara langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan dan menjalankan tugas pemerintahan.

·         Macam-Macam Pajak
Seperti yang telah kita ketahui, mulai bulan Januari 2013, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah berubah. Sekarang untuk Wajib Pajak yang berstatus tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan jumlah PTKP-nya sebesar Rp 24.300.000,00 atau setara dengan Rp 2.025.000,00 per bulan. Dengan adanya perubahan itu, tatacara penghitungan PPh Pasal 21 juga mengalami perubahan. Perubahan itu diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

Laba yang diperoleh oleh organisasi yang menyelenggarakan pendidikan formal, yang diinvestasikan kembali dalam bentuk pembangunan gedung dan prasarana pendidikan, tidak dikenakan PPh. Akan tetapi, apabila laba tersebut setelah lewat dari 4 (empat) tahun, tidak digunakan untuk membangun gedung dan prasarana pendidikan maka akan dikenakan pajak penghasilan pada tahun pajak berikutnya setelah lewat jangka waktu 4 (empat) tahun tersebut (Peraturan Menteri Keuangan (PMK)-87/PJ./1995, Pasal 4 ayat (3) huruf m UU PPh, serta ditegaskan juga dalam Pasal 38 ayat (4) UU BHP).
            PPh 21
PPh 21 Adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan
Subjek Pajak:
·         Pejabat Negara
·         Pegawai Negeri Sipil (PNS
·         Pegawai
·         Pegawai tetap
·         Pegawai lepas
·         Penerimaan pension
Orang pribadi lainnya
Objek Pajak:
·         Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur oleh wajib pajak berupa gaji.
·         Uang tebusan pensiun, uang pesangon, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua (JHT), dan pembayaran lain yang sejenis

PPh 22
Pajak Penghasilan Pasal 22 atau disingkat PPh Pasal 22 adalah salah satu bentuk pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh fihak lain terhadap Wajib Pajak. Pengenaan PPh Pasal 22 dikenakan terhadap kegiatan perdagangan barang. Titik pengenaannya ada yang dilakukan pada saat penjualan ada pula pada saat pembelian. Pada umumnya pengenaan PPh Pasal 22 ini dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap “menguntungkan” sehingga penjual atau pembelinya kemungkinan besar akan mengalami keuntungan dan dengan demikian, pantaslah atas Wajib Pajak tersebut dikenakan cicilan pembayaran Pajak Penghasilan.
Ketentuan PPh Pasal 22 relatif lebih sulit dibandingkan dengan ketentuan tentang pemotongan PPh yang lain seperti PPh Pasal 23 ataupun PPh Pasal 21. Hal ini disebabkan karena sangat bervariasinya objek, pemungut dan bahkan tarifnya. Di bawah ini saya coba ringkaskan objek, tarif dan Pemungut PPh Pasal 22 tersebut.
Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
  1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan cukai, atas impor barang
  2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang.
  3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4.
  4. Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau steel, PT Pertamnina, dan bank-bank BUMN  yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN.
  5. Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri kertas, Industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya didalam negeri.
  6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
  7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

Tarif PPh Pasal 22
  1. Atas impor  yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor;  yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; dan barang yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang;
  2. Atas pembelian barang atau pembayaran yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat Daerah sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.
  3. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.
  4. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh  Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau steel, PT Pertamnina, dan bank-bank BUMN yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.
  5. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen sebesar 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP)  PPN
  6. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri rokok sebesar 0,15% dari Harga Bandrol dan bersifat final.
  7. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri kertas sebesar 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP)  PPN
  8. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja sebesar 0,3% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP)  PPN
  9. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri otomotif sebesar 0,45% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP)  PPN
  10. Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas adalah sebagai berikut:                             SPBU Swastanisasi              SPBU Pertamina
                                ————————–  —————————-
    Premium                 0,3% dari penjualan             0,25% dari penjualan
    Solar                      0,3% dari penjualan            0,25% dari penjualan
    Premix/Super TT      0,3% dari penjualan             0,25% dari penjualan
    Minyak Tanah          0,3 % dari penjualan
    Gas LPG                 0,3 % dari penjualan
    Pelumas                 0,3 % dari penjualan
      
  11. Pasal 22 yang atas pembelian bahan-bahan oleh  Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka adalah sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari
    harga pembelian tidak termasuk PPN

Dasar Hukum :
  1. Pasal 22 Undang-undang Pajak Penghasilan
  2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001
  3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 392/KMK.03/2001
  4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 236/KMK.03/2003
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2007
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.03/2008
  7. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-417/PJ./2001
  8. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-401/PJ./2001
  9. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-529/PJ./2001
  10. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-69/PJ./1995
  11. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-01/PJ./1996
  12. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-25/PJ./2003

PPh23
Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
Subjek Pajak atau penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap.
            PPh 24
Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 24 adalah Pemotongan Pajak Penghasilan atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri yang berasal dari Luar Negeri

Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut :
  1. Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan
  2. Untuk penghasilan berupa dividen, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut (650/KMK.04/1994 Jo SE - 22/PJ.4/1995 Jo SE - 35/PJ.4/1995)
  3. Untuk penghasilan lainnya, dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut
  4. Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak di Indonesia.
PPh 25
Pajak Penghasilan (disingkat PPh) dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam satu periode tertentu yang dinamakan tahun pajak. Berdasarkan hal ini, maka perhitungan dan penghitungan PPh dilakukan setahun sekali yang dituangkan dalam SPT Tahunan. Nah, karena penghitungan PPh dilakukan setahun sekali, maka penghitungan ini harus dilakukan setelah satu tahun tersebut berakhir agar semua data penghasilan dalam satu tahun sudah diketahui. Untuk perusahaan, tentu saja data penghasilan ini harus menunggu laporan keuangan selesai dibuat.
Dengan cara seperti itu tentu saja jumlah PPh terutang yang wajib dibayar baru dapat diketahui ketika suatu tahun pajak telah berakhir. Agar pembayaran pajak tidak dilakukan sekaligus yang tentunya akan memberatkan, maka dibuatlah mekanisme pembayaran pajak di muka atau pembayaran cicilan setiap bulan. Pembayaran angsuran atau cicilan ini dinamakan Pajak Penghasilan Pasal 25.
PPN
Atas jasa pendidikan yang diberikan tidak dikenakan PPN (Pasal 5 PP No. 144 tahun 2000). Akan tetapi, untuk pembangunan gedung untuk proses belajar mengajar, baik yang dibangun sendiri (Pasal 16C UU PPN), atau melalui kontraktor tetap dikenakan PPN  (PP No. 146 tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan PP No. 38 tahun 2003).
  • Atas impor dan penyerahan buku pelajaran, dibebaskan dari pengenaan PPN (PP No. 146 tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan PP No. 38 tahun 2003).
1.      Dari sisi donatur
Sumbangan fasilitas penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia (Pasal 6 ayat (1) huruf j UU PPh), serta pendidikan (Pasal 6 ayat (1) huruf l UU PPh) dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan kena pajak bagi si pemberi sumbangan.Dari beberapa contoh peraturan pajak di atas, tampak bahwa pemerintah telah memberikan fasilitas keringanan pajak atas badan hukum pendidikan. Dalam kaitannya dengan pemajakan atas laba dari badan hukum pendidikan, pengenaan pajak atas laba tersebut hanya akan dikenakan pajak jika tidak dipergunakan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan dalam kurun waktu 4 (empat) tahun. Akan tetapi, terkait dengan PPN, berdasarkan ketentuan di atas, apabila badan hukum pendidikan melakukan pembangunan gedung pendidikan, akan terkena PPN yang tidak dapat direstitusi. Tentu PPN yang tidak dapat direstitusi ini akan menjadi biaya, yang pembebanannya dapat saja digeser kepada para peserta didik.
·      PPN, PPN BM dan pajak penghasilan
Pengertian PPN (Pajak Pertambahan Nilai)  
Pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (value added) yang timbul akibat dipakainya faktor-faktor produksi disetiap jalur perusahaan dalam menyiapkan , menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada konsumen.
Objek Pajak PPN
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
a.
penyerahan Barang Kena Pajak di dalamDaerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. (UU No 11 Tahun 1994)
b.
impor Barang Kena Pajak. (UU No 11Tahun 1994)
c.
penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabeanyang dilakukan oleh Pengusaha. (UU No 18 Tahun 2000)
d.
pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujuddari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. (UU No 11 Tahun 1994)
e.
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dariluar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau (UU No 11 Tahun 1994)
f.
ekspor Barang Kena Pajak oleh PengusahaKena Pajak. (UU No 18 Tahun 2000)
 Empat prinsip objek terkena PPN atau tidak terkena PPN yaitu :
  1. Yang diserahkan adalah barang kena pajak / jasa kena pajak
  2. Tindakan penyerahannya merupakan penyerahan kena pajak
  3. Penyerahan di lakukan di daerah Pabean
  4. Penyerahan dilakukan oleh pengusaha kena pajak ( penyerahannya dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau perusahaan sehari-hari pengusaha yang bersangkutan )
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)
PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian, mekanisme pengenaan PPnBM ini sedikit berbeda dengan PPN. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang PPN, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan terhadap :
  1. penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
  2. impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.
Dengan demikian, PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah oleh pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP Mewah. PPnBM tidak dikenakan lagi pada rantai penjualan setelah itu. Adapun fihak yang memungut PPnBM tentu saja pabrikan BKP Mewah pada saat melakukan penyerahan atau penjualan BKP Mewah. Sementara itu, PPnBM atas impor BKP mewah dilunasi oleh importir berbarengan dengan pembayaran PPN impor dan PPh Pasal 22 Impor.



·         Undang-undanng Pajak
 PTKP: PMK 162/PMK.011/2012
penerapan PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun  kalender atau awal bulan  dari bagian tahun kalender.
No
Keterangan
Setahun
1.
Diri Wajib Pajak Orang Pribadi
Rp. 24.300.000,-
2.
Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
Rp.  2.025.000,-
3.
Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
Rp. 24.300.00,-
4.
Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang diatnggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk setiap keluarga
Rp.  2.0125.000,-
Tarif Sesuai Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,-
5%
Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,-
15%
Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,-
25%
Diatas Rp. 500.000.000,-
30%


Tarif Deviden
10%
Tidak memiliki NPWP (Untuk PPh Pasal 21)
20% lebih tinggi dari yang seharusnya
Tidak mempunyai NPWP untuk yang dipungut /potong(Untuk PPh Pasal 23)
100% lebih tinggi dari yang seharusnya
Pembayaran Fiskal untuk yang punya NPWP
Gratis


·         Soal

Shefanny Nur Layla pegawai pada perusahaan PT. Berkah Sejahtera, menikah dengan dua orang anak memperoleh gaji Rp. 4.000.000,- PT.Berkah Sejahtera mengikuti program jamsostek premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT. Berkah Sejahtera menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Shefanny membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Berkah Sejahtera juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT. Berkah Sejahtera membayar iuran pensiun untuk shefanny setiap bulan sebesar Rp. 140.000,00, sedangkan Tukul Shefanny membayar iuran pensiun sebesar Rp.100.000,00.
Perhitungan PPh pasal 21
Perhitungan PPh pasal 21 terutang :
Gaji pokok sebulan                                                          4.000.000
Premi jaminan Kecelakaan Kerja 0,5%x(4.000.000)=        20.000
Premi Jaminan Kematian       0,3%x4.000.000=                  12.000     +
Penghasilan Bruto                                                                                           4.032.000
Pengurangan :
Biaya Jabatan (5%x 4.032.000)                                     201.600
Iuran THT 2%x4.000.000                                                80.000
Iuran Pensiun                                                                 100.000       +
Total Pengurangan                                                                                              381.600    -
Penghasilan Netto perbulan                                                                              3.650.400
Penghasilan Netto pertahun 12x=3.650.400                                                               43.804.800

PTKP SETAHUN
WP sendiri                                                                                                                  (24.300.000) -
PKP setahun                                                                                                                19.504.800
PPh pasal 21 setahun 5%x19.504.800= 975.240/Tahun                                                                    
PPh pasal 21 sebulan 975.240/12 bulan = Rp 81.270/bulan                          


Tidak ada komentar:

Posting Komentar