Minggu, 07 Desember 2014

peran dalam pelatihan

Peran Dalam Pelatihan
A. Peran Organisasi
Perusahaan yang akan sukses adalah perusahaan yang mengerti bagaimana pentingnya dan apa upaya-upaya yang harus diwujudkan untuk melaksanakan strategi pengembangan SDM tersebut. Hubungan seorang karyawan dan pimpinan bukan hanya terikat atas hubungan kerja, namun secara manusiawi keduanya juga saling berinteraksi, maka strategi pengembangan SDM merupakan bentuk apresiasi seorang pimpinan terhadap karyawan dalam aspek humanis.
Maka semua karyawan, manajer, trainer profesional, dan manajemen atas harus ikut berkomitmen. Hal tersebut akan mempengaruhi seberapa sering dan seberapa baik sistem pelatihan yang ada digunakan. Jika para manajer tidak terlibat dalam proses pelatihan (misalnya menentukan topik pelatihan dan ikut serta sebagai trainer), pelatihan dapat menjadi tidak sesuai dengan kebutuhan bisnis.
Sebagai hasilnya, dampak pelatihan dalam membantu perusahaan menjadi terbatas, karena manajer hanya merasa bahwa pelatihan dipaksakan kepada mereka, dan bukan untuk membantu mencapai tujuan bisnis yang diinginkan. Proses kedua, yakni analisa kebutuhan (instrumen yang digunakan, sumber data dan kerangka analisa) juga perlu dilakukan dengan tepat agar desain pelatihan yang dirancang benar-benar dapat mewakili kebutuhan.
Aspek non-administratif bertujuan untuk meningkatkan komitmen terhadap pelatihan, dan dibagi menjadi aspek ‘beyond the training’ (sebelum dan sesudah pelatihan) serta ‘demonstrating value contribution’. Pada aspek ‘beyond the training’ – sebelum pelatihan, pemberian informasi/marketing mengenai pelatihan serta seleksi para peserta dan pengukuran tingkat kemampuan sebelum pelatihan merupakan hal yang penting; sementara sesudah pelatihan, perlu adanya perhatian ekstra terhadap lingkungan kerja, pengembangan organisasi, motivasi dan penghargaan, serta keterlibatan manajemen agar pelatihan dapat diimplementasikan dan menghasilkan peningkatan yang permanen. Pada ‘demonstrating value contribution’, menekankan perlunya HR untuk mendemonstrasikan hasil dan impact daripada investasi yang dilakukan dalam kegiatan-kegiatan Learning, Training and Development. Hal ini dilakukan melalui evaluasi secara sistematik terhadap pelatihan yang telah dijalankan. Evaluasi pelatihan merujuk pada proses yang dilakukan untuk mengumpulkan hasil atau kriteria khusus yang diperlukan agar dapat diketahui apakah pelatihan sudah efektif dan keuntungan telah diperoleh (Noe, 2008). Dalam sistem pelatihan, aspek administratif dan non-administratif memiliki peran yang sama pentingnya untuk menghasilkan business impact.
Berikut adalah peran dari organisasi dalam pelatih
n  Menyusun rencana pelatihan dan pengembangan pegawai
n  Menyusun prioritas pengembangan pegawai
n  Memilih program pelatihan yang efektif
n  Menyusun kalender program pendidikan dan pelatihan
n  Menyiapkan anggaran pengembangan pegawai yang lebih efektif
n  Mendukung pencapaian kinerja usaha.
n  Mengidentifikasi kebutuhan keterampilan pegawai dan memberi umpan balik
B. Peran Peserta
  • Fokus pada kelas itu sendiri. Ini berarti hadir, tertarik, dan aktif terlibat. Mendengarkan orang lain dan berbagi pengalaman Anda sendiri juga.
  • Berpartisipasi aktif dalam latihan. Langsung ke percakapan. Lengkapi kegiatan. Relawan untuk bermain peran.
  • Hubungkan bahan untuk pekerjaan mereka sendiri. Memberikan contoh. Pikirkan tentang cara Anda dapat mengambil pembelajaran kembali ke pekerjaan sehari-hari Anda. Memilah, "Apa yang ada di ini untuk saya dan untuk pekerjaan saya?" Semakin Anda dimasukkan ke dalamnya, semakin Anda cenderung untuk mengambil.
  • Angguk dan gelengkan kepala. Tidak ini bukan kelas tari, tapi ketika ditanya pertanyaan, jangan biarkan instruktur mengetahui tanggapan Anda. Mengangguk dan menggelengkan kepala sangat membantu untuk instruktur serta peserta ketika mereka mengajukan pertanyaan! Bayangkan mengajukan pertanyaan kepada seseorang, dan tidak mendapatkan jawaban sama sekali. Biarkan orang tahu Anda berada di sana dengan menanggapi ketika Anda bisa.
  • Nikmati kelas sebanyak mungkin. Carilah konten yang berguna bagi Anda. Nikmati pertanyaan peserta lain. Tertawa banyak (tentu saja ini berarti tertawa dengan, bukan menertawakan). Semakin banyak kenikmatan, biasanya, semakin belajar.
  • Ajukan pertanyaan. Ajukan pertanyaan tentang apa yang Anda ingin tahu lebih banyak tentang. Ajukan pertanyaan untuk memperjelas makna atau spesifik.
  • Katakanlah apa yang akan membantu. Mintalah instruktur untuk lebih banyak waktu pada latihan, misalnya. Biarkan instruktur tahu apa yang bekerja untuk Anda, terutama ketika ditanya.
  • Mengurus kebutuhan pribadi. Membawa sweter jika Anda cenderung untuk mendapatkan dingin; berdiri dan meregangkan jika yang membantu Anda berkonsentrasi; mendapatkan secangkir air.
  • Ambil tanggung jawab untuk pembelajaran mereka sendiri. Tidak ada lagi pergi sejauh membuat pilihan untuk belajar dan aktif berpartisipasi.
  • Memberikan umpan balik. Memberikan umpan balik, baik tentang apa yang Anda sukai serta perbaikan dan saran. Kebanyakan program menawarkan bentuk evaluasi di akhir kelas. Bahkan program yang paling baik tidak selalu memenuhi kebutuhan semua orang. Memberikan umpan balik yang produktif sangat membantu untuk semua orang.[1]
C. Peran Pelatih
Pelatih atau instruktur adalah seseorang yang memberikan latihan kepada karyawan. Pelatih memberikan peranan penting terhadap kemajuan kemampuan karyawan yang akan dikembangkan. Pelaksanaan pelatihan dalam rangka pelaksanaan kurikulum berlangsung dalam suatu proses pembelajaran, di mana pelatih mengembangkan peranan-peranan tertentu. Berbagai peranan tersebut, meliputi:
*      Peranan sebagai pengajar;
Pelatih berperan menyampaikan pengetahuan dengan cara menyajikan berbagai informasi yang diperlukan berupa konsep-konsep, fakta dan informasi lainnya yang memperkaya wawasan pengetahuan para peserta dengan cara melibatkan mereka secara aktif untuk mencari sendiri pengetahuan yang mereka butuhkan.
*      Peranan sebagai pemimpin kelas;
Pelatih berperan sebagai pemimpin kelas secara keseluruhan, pemimpin kelompok dan sekaligus anggota kelompok. Karena perannya itu maka setiap pelatih perlu menyusun perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian selama berlangsungnya proses pembelajaran itu.
*      Peranan sebagai pembimbing;
Pelatih perlu memberikan bantuan dan pertolongan kepada peserta mengalami kesulitan atau masalah khususnya dalam kegiatan belajar, yang pada gilirannya diharapkan peserta lebih aktif membimbing dirinya sendiri. Bentuk bimbingan yang diberikan barangkali dalam bentuk mengarahkan, memotivasi, membantu memecahkan masalah dan kegiatan pembimbingan lainnya.
*      Peranan sebagai fasilitator;
Pelatih berperan menciptakan kondisi lingkungan yang memungkinkan peserta belajar aktif. Fasilitas itu meliputi penyediaan alat, bahan, suasana yang merangsang dan menantang, pemberian masalah, sikap dan pribadi pelatih yang mengajak, dan sebagainya. Dengan oenataan lingkungan kelas yang baik, maka proses pembelajaran menjadi efektif.
*      Peranan sebagai peserta aktif;
Pelatih sering melaksanakan diskusi kelompok, kerja kelompok dalam rangka memecahkan masalah, misalnya merumuskan masalah, mencari data dan membuat kesimpulan dan kondisi dapat menyebabkan terjadinya debat yang tak kunjung berakhir. Pelatih dapat berperan serta sebagai peserta dalam kelompok diskusi itu dengan cara memberikan informasi, mengarahkan pemikiran, menunjukkan jalan pemecahan, menunjukkan sumber-sumber yang diperlukan dan sebagainya.
*      Peranan sebagai ekspeditor;
Pelatih juga melaksanakan peranan dengan melakukan pencarian, penjelajahan dan penyediaan mengenai sumber-sumber yang diperlukan kelas atau kelompok peserta, baik dari sumber-sumber tercetak dari masyarakat dari lembaga lainnya dalam rangka menunjang kegiatan belajar peserta.
*      Peranan sebagai perencana pembelajaran;
Pelatih berperan menyusun perencanaan pembelajaran, mulai dari rencana materu pelatihan yang disusun berdasarkan GBPP, perencanaan satuan acara pertemuan. Keberhasilan proses pelatihan juga turut ditentukan oleh kegiatan pelatihan dalam pembuatan rencana-rencana tersebut. Dengan demikian, proses pembelajaran selalu dan sesuai dengan perkembangan kondisi kelembagaan. Karena itu erat kaitannya dengan pemberian acuan kepada pelatih dalam melaksanakan proses pembelajaran.
*      Peranan sebagai pengawas;
Pelatih harus mengawasi kelas terus menerus supaya proses pembelajaran senantiasa terarah, kendala-kendala yang dihadapi oleh peserta dapat segera ditanggulangi, disiplin kelas dapat dibina dengan baik dan semua kegiatan berlangsung dengan tertib dan berhasil.
*      Peranan sebagai motivator;
Pelatih perlu terus menggerakkan motivasi belajar para peserta, baik selama berlangsungnya proses pembelajaran maupun di luar kelas pada setiap kesempatan yang ada. Motivasi penting artinya bagi peserta supaya kegiatan belajarnya lebih aktif, misalnya mengikuti ceramah, membuat tugas-tugas, membaca materi pelatihan yang telah disediakan, melaksanakan praktek lapangan dan sebagainya.
*      Peranan sebagai evaluator;
Pelatih berkewajiban melakukan penilaian, pada awal pelatihan, selama berlangsungnya proses pembelajaran dan pada awal pelatihan, selama berlangsungnya proses pembelajaran dan pada akhir pelatihan dnegan cara memberikan tes tertulis, pertanyaan lisan dan pengamatan. Penilaian ini penting untuk membantu peserta dmengetahui kemajuan belajarnya, kesulitan dan masalah yang ditemuinya, membantunya dengan bimbingan dan untuk kepentingan administrasi kediklatan.
*      Peranan sebagai konselor;
Konseling perlu dilakukan oleh pelatih.kesulitan dalam belajar sudah tentu kewajiban utama pelatih, namun jika perlu dan memungkinkan maka pelatih dapat memberikan penyukuhan tentang kesulitan pribadi dan sosial. Pelaksanaan konseling dapat berlangsung selama proses pembelajaran atau dilaksanakan secara khusus dalam kesempatan yang khusus untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan.
*      Peranan sebagai penyelidik, sikap dan niat;
Sistem nilai yang dijadikan sebagai panutan hidup dan sikapnya perlu diselidiki, mengingat semua tenaga peserta pelatihan itu pada gilirannya akan didayagunakan sebagai tenaga kerja yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Karena pandangan hidup, keyakinan dan sikap hidup para pesesrta perlu diamati dan dibimbing sesuai dengan tuntutan lapangan pekerjaan kelak.[2]



[2] Oemar Hamalik, Pengembangan Sumber Daya Manusia Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 157.

Minggu, 30 November 2014

Evaluasi Pelatihan Senin,24112014



Evaluasi Pelatihan
Pada hari senin, 24 Nov 2014 mahasiswa Manajemen Pendidikan 2012 kelas A melakukan sikusi mengenai “Evaluasi Pelatihan”. Berikut merupakan beberapa rangkuman dari diskusi yang dilakukan oleh kelompok saya:
Dalam bahasan yang pertama teman saya memaparkan beberapa definisi evaluasi pelatihan menurut para ahli.
·         Menurut Noe (2002), evaluasi pelatihan merujuk pada proses mengumpulkan hasil-hasil yang diperlukan untuk menentukan apakah suatu pelatihan efektif atau tidak. Yadapadithaya (2001) dalam penelitian yang berjudul “Evaluating Corporate Training and Development : An Indian Experience” mengemukakan bahwa bentuk dasar evaluasi pelatihan adalah perbandingan objektif dengan pengaruh-pengaruhnya untuk menjawab pertanyaan seberapa jauh pelatihan telah mencapai tujuannya. Hal senada juga diutarakan oleh Alvarez, Salas dan Garofano (2004) bahwa evaluasi pelatihan adalah teknik pengukuran untuk mengetahui sejauh mana program pelatihan memenuhi tujuan-tujuan yang diinginkan. Jadi, evaluasi pelatihan berfokus pada hasil-hasil pembelajaran yang kemudian hasil tersebut dibandingkan dengan tujuan awal diselenggarakannya program pelatihan.[1]
·         Menurut Mathis dan Jackson (2002:31), bahwa evaluasi pelatihan adalah membandingkan hasil-hasil setelah pelatihan dengan tujuan yang diharapkan para manajer, pelatih serta peserta pelatihan.[2]
·         Evaluasi pelatihan adalah suatu proses atas pengumpulan informasi untuk membuat keputusan tentang kegiatan pelatihan.[3]
·         Evaluasi diklat adalah sebuah evaluasi yang komprehensif untuk menilai keberhasilan program diklat, khususnya berkaitan dengan keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran atau tujuan diklat.[4]
Berdasarkan para ahli tersebut saya mentesiskan Evaluasi pelatihan dapat diartikan sebagai proses penilaian yang dilakukan dalam suatu kegiatan pelatihan untuk mengukur seberapa efisien dan efektif kah pelatihan ini dan apakah tujuan dari pelatihan ini tercapai atau tidak.
Pembahasan yang kedua adalah mengenai teknik dan metode evaluasi pelatihan. Ada beberapa teknik dan metode menurut para ahli. Berikut merupakan paparannya:
Evaluasi program pelatihan dapat dipengaruhi oleh karakteristik demografi dan 4 metode dalam model evaluasi pelatihan Kirkpatrick yaitu reaksi, pembelajaran, perilaku dan hasil. Berikut ini penjelasan tentang model evaluasi pelatihan Kirkpatrick :[5]
1.      Reaksi Peserta; adalah level pertama dan paling rendah dari evaluasi. Ini mengukur kepekaan peserta mengenai satu pengalaman belajar berencana. Bentuk yang paling umum dari evaluasi, ini mudah untuk mengatur dan menyediakan umpan balik secara langsung mengenai pelatih, fasilitas, bahan, metode MD. Reaksi peserta adalah ukuran dari seluruh rangkaian kursus ”penelitian kelayakan”, wawancara tidak resmi dengan peserta dan diskusi kelompok.
Untuk mengakali efektifitas reaksi peserta, hal-hal yang harus dilakukan adalah :
1)      Memperjelas hal-hal yang mengemuka yang akan dievaluasi.
2)      Mempersiapkan kuesioner, bentuk wawancara, atau petunjuk diskusi untuk tujuan akhir kursus yang digunakan untuk evaluasi hal-hal yang mengemuka.
3)      Mengatur penelitian, memandu wawancara, atau mengumpulkan informasi mengenai reaksi peserta.
4)      Mengumpulkan hasil-hasil evaluasi.
5)      Memberikan umpan balik hasil evaluasi kepada pihak-pihak terkait.
2.      Pengetahuan Peserta; adalah level kedua dari hirarki Kirkpatrick atas evaluasi. Ini mengukur seberapa besar kesempatan peserta sebagai sebuah hasil dari suatu pengalaman pengetahuan. Evaluasi atas pengetahuan peserta menyempurnakan lebih banyak informasi objektif daripada melakukan evaluasi atas reaksi peserta. Pengetahuan peserta khusus mengukur dokumen dan pensil untuk tes, peragaan dan aturan-aturan main, diantara metode-metode lainnya.
3.      Kinerja Peserta; mengukur bagaimana peserta pelatihan telah berubah perilakunya akibat program pelatihan ang diikutinya.
4.      Hasil; mengukur apa hasil yang diperoleh, karena peserta pelatihan mengikuti program pelatihan, misalnya meningkatnya produktivitas dan lainnya.

Evaluasi Model ROI
      Jack J. Philips melengkapi menjadi pengukuran level 5 yaitu melakukan evaluasi diklat yang disebut dari sisi tingkat pengembalian diklat (Return On Investment/ROI) atau biasa juga dikenal dengan istilah Return on Training Investment/ROI) yaitu mengukur manfaat diklat dibandingkan dengan biayanya.


Pelaksanaan evaluasi diklat dapat dilakukan dalam empat tahapan utama:[6]
1.   Perencanaan Evaluasi
Tahap pertama terdiri dari dua kegiatan pokok yaitu mengembangkan tujuan evaluasi dan mengembangkan rencana evaluasi. Pada tahap perencanaan evaluasi diklat ini perlu memperhatikan tujuan dari program diklat yang hendak dievaluasi sebagai dasar untuk merencanakan rencana evaluasi. Pemahaman mengenai program diklat juga akan membantu pada tahap pengumpulan data pada saat evaluasi, baik evaluasi level 1 dan level 2. Selain itu, perancangan program evaluasi diklat akan membantu evaluator diklat untuk menetapkan jenis data yang akan diperoleh, bagaimana mendapatkan data, melakukan isolasi dampak diklat dan lain-lain 
2. Pengumpulan Data
Pada tahap ini evaluator program diklat mengumpulkan data-data yang relevan untuk evaluasi sesuai dengan rancangan dan tujuan dari evaluasi diklat ini. Dalam evaluasi diklat, tidak semata-mata hanya mengumpulkan data yang terkait dengan aktifitas setelah selesai kegiatan program diklat, namun demikian harus juga mengumplkan data program diklat (tujuan, peserta, metode diklat, dan lain-lain) serta data-data dan hasil evaluasi dari level 1 dan 2. Gagal mendapatkan data tentang program diklat, demikian juga gagal mendapatkan hasil evaluasi program diklat level 1 dan 2, dapat menimbulkan salah dalam pengambilan kesimpulan hasil evaluasi. 
3.      Analisis Dan Evaluasi Data
Pada tahap ini yaitu melakukan analisis data yang terdiri dari 5 kegiatan pokok. Mengisolasi pengaruh pelatihan, mengkonversi data kedalam nilai uang, dapatkan biaya program pelatihan, hitung ROI, dan identifikasi manfaat lain (intangible benefits). Perencanaan diklat yang baik akan membantu menetapkan jenis data yang diperoleh, sehingga analisis dan evaluasi data akan semakin mudah. Dalam analisis dan evaluasi data ini perlu dipertimbangkan data-data yang relevan dan tidak relevan dalam proses analisis, termasuk mempertimbangkan dampak dari program diklat.  Dalam banyak kasus evaluasi diklat, evaluator gagal untuk mengisolasi dampak diklat. Contohnya, pengukuran kinerja pasca diklat, yang mana kinerja yang merupakan hasil dari diklat dan yang mana kinerja ang bukan merupakan hasil diklat.
              Untuk mengisolasi dampak diklat umumnya dipergunakan “control group”. Control group akan dibandingkan antara data dan hasil analisis bagi group yang mengikuti diklat dan group ang tidak mengikuti program diklat.
4.      Pelaksanaan hasil evaluasi diklat
Melaporkan seluruh kegiatan yang dilakukan selama proses evaluasi, mulai dari perencanaan sampai pada kesimpulan dan tindak lanjut. Model evaluasi lain adalah model yang dikemukakan oleh Tannenbaum, Cannon-Bower, Salas & Mathieu (1993, dalam Alvarez et, al, 2004). Model ini merupakan perluasaaan dari model Kirkpatrick. Ada penambahan beberapa dimensi dalam modelnya yaitu posttraining attitudes juga training performance dan transfer performance yang keduanya merupakan bagian dari behavior. Adapun pembelajaran dikaitkan training performance. Menurut mereka training performance dikaitkan dengan transfer performance dan transfer performance dikaitkan dengan hasil (result), sedangkan reaksi terhadap pelatihan dan posttraining attitudes tidak berhubungan dengan target evaluasi sama sekali.[7]
                        Berdasarkan banyaknya model evaluasi pelatihan yang ada, Noe (2002) membagi evaluasi pelatihan menjadi dua pendekatan, yaitu formative evaluation dan summative evaluation. Formative evaluation merujuk pada evaluasi yang dilakkan untuk meningkatkan proses pelatihan. Jadi, formative evaluation membantu untuk menjamin bahwa program pelatihan terorganisir dengan baik, berjalan dengan lancar, dan partisipan dapat belajar serta puas dengan program. Summative evaluation merujuk pada evaluasi ang dilakukan untuk menentukan tingkat sejauh mana partisipan sudah berubah sebagai akibat dari mengikuti program pelatihan. Perubahan itu antara sudah berubah sebagai akibat dari mengikuti program pelatihan. Perubahan itu antara lain partisipan telah memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku atau hasil lain yang telah ditentukan sebagai tujuan-tujuan pelatihan. Summative evaluation ini juga biasanya mencakup penukuran manfaat pelatihan dalam bentuk moneter yang diterima perusahaan.

Pembahasan yang ketiga adalah mengenai Prosedur dan Proses Evaluasi Pelatihan.
Untuk membuat evaluasi dibutuhkan tiga langkah pokok, yaitu :[8]
1.      Langkah pertama adalah mengumpulkan data yang meliputi materi, penyajian dan pengolahan materi, urutan pelaksanaan sesi, partisipasi pekerja, kinerja trainer, kerja penyelenggara, suasana training yang tercipta, tempat akomodasi dan konsumsi, manfaat training bagi peserta, dan tanggapan/saran untuk perbaikan training yang akan datang. 
Data evaluasi dapat dikumpulkan melalui dua cara, yaitu:
·         Pre test dan post test, untuk menilai sejauh mana tujuan training tercapai;
·         Pengamatan, wawancara, kuisoner, daftar cek, daftar isian, dan kesan atau tanggapan peserta, untuk mengukur hasil-hasil yang sudah dicapai oleh peserta training.
2.      Langkah kedua, menyusun data itu menjadi suatu kumpulan data berdasarkan kerangka tertentu. Dari data training yang sudah disusun itu, ditarik kesimpulan tentang segala sesuatu yang terjadi dalam training, jalannya training, hasil yang diperoleh peserta training, dari training yang telah diikuti.
3.      Langkah ketiga adalah membuat analisis data data tentang pelaksanaan training untuk mengetahui sejauhmana tujuan training tercapai. Jika tujuan tidak tercapai, maka dicari penyebabnya. Jika tercapai, dicari faktor-faktor pendukungnya. Dari hasil analisis itu, dibuat kesimpulan bahwa training dengan segala segi dan unsur-unsurnya sebagai proses pembelajaran dan perubahan pengetahuan, sikap, perilaku, kecakapan, dan keterampilan peserta telah mencapai atau tidak mencapai tujuan.
                  Evaluasi pelatihan tidak dapat terlepas dari cara-cara evaluasi yang dilakukan. Ada tiga macam cara, menurut Hardjana (2001:64), yaitu antara lain evaluasi selama proses training berlangsung, evaluasi pada akhir setiap sesi, dan evaluasi pada akhir seluruh training.
a.      Evaluasi selama proses training
Selama pelaksanaan training, evaluasi harus terus menerus diadakan. Evaluasi ini disebut ex temporer atau evaluasi sesaat, karena dilakukan bersamaan saatnya dengan jalannya training.
            Seperti sudah diketahui bahwa training terdiri dari rangkaian sesi pada awal, tengah, dan akhir training. Sebelum melaksanakan setiap sesi, sebaiknya trainer (pelatih) sudah merumuskan tujuan tertentu agar pada waktu pelaksanaan, trainer dapat mengamati apa yang terjadi dalam training, membuat evaluasi, dan mengambil langkah yang sesuai untuk mencapai tujuan tiap sesi. Selama kegiatan dalam sesi berlangsung, trainer mengamati perilaku peserta, keterlibatan peserta dalam training, cara kerja tim trainer (jika melaksanakan training dalam tim), suasana training, dan kerja penyelenggara. Berdasarkan hasil pengamatan itu, trainer membuat evaluasi dan mengambil tindakan yang menurutnya tepat. Tujuan utama evaluasi selama proses training adalah membantu peserta agar dapat mengikuti training dengan baik sehingga keseluruhan training mencapai tujuannya.
b.      Evaluasi pada akhir setiap sesi
Setiap sesi mempunyai tujuannya sendiri yang merupakan bagian dari tujuan seluruh training. Jika tiap-tiap sesi mencapai tujuannya, maka kemungkinan besar tujuan seluruh training tercapai.
            Setelah kegiatan suatu sesi terlaksana, trainer kemudian membuat evaluasi. Data utama yang dikumpulkan dari setiap kegiatan dalam sesi meliputi: materi yang disajikan, proses pengolahan materi, dan manfaat sesi bagi para peserta. Berdasarkan data yang dikumpulkan itu, trainer membuat analisis mengenai tercapai tidaknya tujuan acara, serta membuat identifikasi faktor pendukung dan penghambatnya. Berdasarkan hasil analisis ini, trainer dapat mengambil kesimpulan apakah suatu sesi mencapai tujuannya atau tidak. Trainer dapat pula mencatat sejauh mana acara berhasil atau tidak, kemudian mencari sebab-sebabnya.
            Jika kesimpulan sudah dibuat, trainer sebaiknya memperkirakan apakah sesi berikutnya perlu dipertahankan sesuai program atau tidak diganti dengan sesi lain. Demi tercapainya tujuan seluruh training, jika dipandang perlu, trainer dapat mengambil langkah untuk memperbaiki sikap, perilaku, metode training, mengubah metode pengolahan suatu sesi dalam kelompok kecil atau dalam pleno, atau memberi pengarahan dan petunjuk kepada peserta untuk meningkatkan keterlibatan dalam training agar dapat mengambil manfaat sebesar-besarnya dari training tersebut.
c.       Evaluasi pada akhir seluruh training
Evaluasi training yang sudah selesai bukanlah merupakan embel-embel yang tidak penting, melainkan menjadi bagian integral dari keseluruhan training. Dari hasil evaluasi seluruh training itu, semua pihak yang terlibat dalam training (peserta training, trainer, penyelenggara) mempunyai kepentingan. Oleh karena itu, evaluasi umum pada akhir seluruh training tidak boleh ditiadakan.
            Seperti evaluasi ex temporer dan evaluasi pada akhir setiap sesi, tujuan evaluasi pada akhir seluruh training adalah untuk mengetahui apakah training mencapai tujuannya atau tidak. Jika mencapai tujuan apa indikatornya, jika tidak apa gejala-gejalanya. Dari data yang menunjukkan bahwa training mencapai tujuannya atau tidak, maka dapat diambil hikmah dan langkah-langkah untuk training-training yang akan diadakan di kemudian hari, sehingga di masa datang, baik pelatih maupun penyelenggara dapat mempertahankan hal-hal yang sudah baik, melengkapi hal-hal yang masih kurang, membetulkan hal-hal yang kurang tepat, meluruskan hal-hal yang salah arah, dan meningkatkan hal-hal yang sudah baik.




[1] asp.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2014/03/Evaluasi-Ke-Efektifan-Program-Pelatihan_Regina-Dety-dkk.pdf  diunduh pada tanggal : 13 September 2014. h. 3
[3] ibid. h.18
    diunduh pada tanggal : 10 September 2014. h. 8
   diunduh pada tanggal : 10 September 2014. h. 3-6

[7]asp.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2014/03/Evaluasi-Ke-Efektifan-Program-Pelatihan._Regina-Dety-dkk.pdf  diuduh pada tanggal : 13 September 2014. h.6
[8] Agus M. Hardjana, Training SDM Yang Efektif  (Yogyakarta: Kanisius, 2001). h.63 (Bab VI)